Artikel

PENDIDIKAN QURANI

Setiap anak yang dilahirkan adalah fitrah (suci). Kedua orang tua yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi. (HR Bukhari Muslim).
Hadis ini mengajarkan betapa peran orang tua sangat penting dalam membentuk karakter anak. Orang tua adalah guru utama dan keluarga sebagai sekolah pertama untuk melahirkan generasi terbaik.

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal soleh mereka itu adalah sebaik-baiknya mahluk.(QS [98]: 7).

Alquran mengingatkan umat Islam agar tidak meninggalkan generasi yang lemah (dzurriyyatan dhi’afan), tapi generasi yang kuat, cerdas, penyejuk mata dan hati serta pemimpin orang bertakwa.

dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar (QS [4]: 9)

dan orang-orang berkata: “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. (QS [25]: 74).

Karenanya, pendidikan Islam harus berorientasi Qur’ani yakni pembentukan karakter Islami. Bukan berorientasi nilai (angka) akademik dan kelulusan, apalagi mengabaikan akhlak (moralitas).
Khalid Bin Hamid al-Hazimy, penulis buku, “Ushul al-Tarbiyah al-Islamiyah”, menjelaskan tiga orientasi pendidikan Qur’ani. Pertama, orientasi penanaman. Ibarat pohon, ia bermula dari bibit pilihan, ditanam dengan kesungguhan dan keikhlasan, hingga tumbuh dan berkembang menjadi pohon yang kokoh, rindang dan berbuah.
Begitu pula dengan manusia. Dari jutaan sperma, hanya satu yang berhasil membuahi sel telur dengan benih terbaik.

Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut? Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat. (QS [76]: 1-2).


ANTARA AKIKAH DAN KURBAN

Salah satu permasalahan yang sering mengemuka di tengah masyarakat ialah perihal akikah dan kurban. Dari kedua anjuran itu, manakah yang harus didahulukan? 

Terutama bila yang bersangkutan, misalnya, belum pernah melaksanakan akikah sama sekali. Apakah ia harus menunaikan akikah terlebih dulu, lalu berkurban? 

Guru Besar Fikih Perbandingan Universitas Kuwait, Prof Sa'ad Mus'id Al-Hilali, menjelaskan masalah ini dalam laman Onislam.net

Ia memaparkan hukum dasar dari kedua anjuran itu. Ibadah kurban, menurut mayoritas ulama mazhab, ialah sunah. Sedangkan Abu Hanifah berpendapat, kurban hukumnya wajib.

Pendapat mayoritas mazhab yang terdiri atas Maliki, Hanbali, dan Syafi’i, berdasar pada hadis Ummu Salamah riwayat Muslim. Hadis riwayat Al-Baihaqi dari Ibnu Abbas juga menegaskan hukum yang sama, yaitu berkurban bukan ibadah wajib, melainkan sunah. 

Abu Hanifah merujuk hadis riwayat Abu Hurairah yang dinukil oleh Ahmad. Hadis itu menyebut, barang siapa yang leluasa rezekinya dan ia tidak berkurban maka ia Rasululllah SAW melarangnya mendekat masjid.

Mayoritas ulama juga berpendapat yang sama soal hukum akikah. Menurut mereka, akikah hukumnya sunah. Sedangkan Abu Dawud Adz-Dzahiri, menyatakan hukum akikah wajib. Sebagian besar ulama melandasi pendapat mereka pada hadis riwayat Malik. 

Hadis Ibnu Abbas dari Abu Dawud, Ibn Khuzaimah dan Ibn al-Jarud, juga dijadikan sebagai dalil. Abu Dawud Adz-Dzahiri memakai hadis Aisyah riwayat Turmudzi sebagai landasannya.

Prof Sa'ad yang juga pengajar di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, mengatakan dalam kasus di atas, maka yang bersangkutan berhak memilih manakah yang hendak ia dahulukan. Ini lantaran kedua ibadah adalah sunah. 

Bila ia lebih memilih kurban, pilihannya tersebut diperbolehkan. Berarti, ini berarti sesuai dengan kaidah al khuruj min al khilaf mustahab, keluar dari perbedaan sangat dianjurkan.

 

sumber: Repulika OnLine

 


BAGAIMANA MENDIDIK ANAK YANG BAIK

Banyak pendapat dari ahli psikologi anak maupun yang lain tentang bagaimana cara mendidik anak yang baik, namun tentunya kita sebagai umat Islam lebih harus bisa mencontoh dari panutan kita Rasulallah SAW.

Bagaimana caranya?
1. Bawakan Perintah Agama & Larangan2nya dengan jelas.
2. Ajak anak berdoa bersama.
3. Berikan contoh (teladan) tindakan yang baik pada anak lebih banyak kelakuan sehari2 dulu daripada lewat kata-kata.
4. Beri anak pujian jika ia berbuat baik. Anak butuh dorongan 2x lipat dibanding teguran.
5. Gunakan hati dan tangan kita untuk berdoa bagi anak2 kita....

Nabi Muhammad saw. bersabda, anak-anak adalah raja pada usia 7 tahun (7 tahun pertama), hamba pada 7 tahun kedua dan menteri pada 7 tahun berikutnya.
Kamu harus merasa senang kalau pada usia 11 tahun akhlaknya baik. Jika tidak pukullah perutnya, karena kamu harus telah meluruskan akhlaknya pada usia 11 tahun. (Al-Hadist)


Kalender

Sen Sel Rab Kam Jum Sab Min
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30

Agenda Kegiatan

No upcoming event!

Statistik Pengunjung

7371411
Today
Yesterday
This Week
Last Week
This Month
Last Month
All days
3148
3221
3148
7342106
29305
105560
7371411

Your IP: 98.81.24.230
2024-09-08 19:19